Beberapa waktu yang lalu kami telah menyebarkan 5.000 angket yang ditujukan kepada para mahasiswa di beberapa kota di Jawa Tengah (Semarang, Salatiga, Purwokerto, Solo, Magelang, Yogyakarta, dan Kudus). Hanya ada satu pertanyaan yang kami ajukan dalam angket tersebut : “Apa yang ingin Anda lakukan setelah wisuda ?”.
Dari jawaban Angket yang kembali tersebut kami kelompokkan menjadi :
85 % mereka ingin memperoleh pekerjaan di perusahaan yang bisa memberikan masa depan yang cerah bagi mereka,
10 % mereka ingin berwirausaha, dan
5 % mereka ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu S1, S2 dan S3
Dari pengamatan saya, kuantitas out put Perguruan Tinggi tidak sebanding dengan kuantitas pertumbuhan lapangan pekerjaan. Dengan demikian sangat banyak jumlah lulusan Perguruan Tinggi yang tidak bisa diserap oleh Lapangan Pekerjaan.
Pemerintah seharusnya tanggap terhadap hasil survey tersebut. 85 % alumni ingin bersaing agar mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan, ini berarti mereka harus bersaing bagaimana caranya untuk bisa lolos dari seleksi penerimaan karyawan yang diadakan oleh instansi / perusahaan yang bersangkutan. Pemerintah sebaiknya memberikan pelatihan Soft Skill terhadap para alumni tersebut sehingga mereka bisa bersaing untuk memperebutkan tempat di perusahaan. Para alumni diberikan bimbingan sehingga mereka bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam test wawancara tersebut.
Keadaan perekonomian yang sedang terpuruk seperti saat ini memang memupuskan keinginan banyak orang untuk bisa diterima bekerja. Pemerintah harusnya berupaya bagaimana menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa. Soft Skill akan menjadi sangat penting bagi para mahasiswa yang menginginkan untuk melakukan wirausaha apabila mereka tidak bisa diterima bekerja. Bagaimana Pemerintah menyediakan modal usahanya ? Sebetulnya tidak perlu terlalu pusing untuk memecahkan masalah tersebut karena banyak sekali Program Afiliasi yang ditawarkan oleh perusahaan asing yang bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Semarang untuk memperoleh bantuan dana wirausaha bagi para mahasiswa.
Pemerintah Kota Semarang tentu saja juga akan merasa sangat senang bila semakin banyak warganya bisa menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bagaimana solusinya ? Apakah dengan cara memberikan beasiswa ? Lalu darimana dana untuk membiaya beasiswa tersebut ? Dengan konsep seperti yang sedang dikembangkan oleh Ultimate Golden Wings sebetulnya Pemerintah Kota Semarang bisa mengatasi semua masalah tersebut. Pemerintah tidak perlu membebankan ke APBD untuk keperluan tersebut.
Kami merasa sangat prihatin mengetahui bahwa masih banyak sarjana yang masih menganggur karena tidak memperoleh pekerjaan yang layak seperti yang mereka idam-idamkan pada saat mereka masih kuliah dulu.
Apapun jawaban mahasiswa terhadap angket kami diatas, kami bisa memberikan solusinya untuk mereka :
a). Bagi mereka yang ingin bisa bekerja di perusahaan yang diimpikan, kami akan membantu mereka agar bisa lolos seleksi penerimaan karyawan di perusahaan yang dituju.
b). Bagi mereka yang ingin berwirausaha, kami akan memberikan modal wirausaha bagi mereka yang bisa memperoleh Nilai A sebesar minimal Rp. 3 Juta per bulan.
c). Bagi mereka yang ingin melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi, kami akan memberikan bantuan dana kuliah bagi mereka yang bisa memperoleh Nilai A sebesar maksimal Rp. 30 Juta untuk setiap Program S-2.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Anda.
Sudarman Rianto
0858-6648-6202
Sabtu, 15 Desember 2007
PERMASALAHAN KEPENDIDIKAN DAN LOWONGAN KERJA UNTUK WARGA SEMARANG
Keadaan perekonomian Negara Indonesia yang semakin terpuruk berdampak negatif terhadap kemampuan orangtua untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk mengatasi masalah ini agar Program Wajib Belajar Sembilan Tahun tetap berjalan.
Menurut saya, Program BOS ini hanya akan bertahan beberapa saat saja karena masyarakat tidak diberdayakan. Mereka hanya menerima bantuan jadi saja. Bisa diibaratkan, mereka hanya diberi ikan, tidak diberi kailnya. Pepatah yang menyatakan “lebih baik memberi kail daripada memberi ikan” sebetulnya telah lama kita kenal. Tetapi kenapa Pemerintah tidak melaksanakan pepatah ini ?
Saya maklum kenapa Pemerintah tidak mampu memberi kailnya. Memberi kail berarti memberdayakan masyarakat, misalnya dengan memberikan modal dan memberikan usaha sehingga kelak mereka bisa berpenghasilan sendiri. Jika mereka telah mampu maka pemberian BOS kepada anak-anak mereka bisa diberhentikan dan digantikan kepada orang lain.
Masalah lain yang membuat Pemerintah Kota Semarang pusing tujuh keliling adalah tingginya angka pengangguran. Ini bisa dilihat pada setiap kali instansi terkait (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) mengadakan Bursa Kerja, maka ada ribuan Sarjana yang mendatangi event tersebut. Kenapa mereka masih bisa menganggur seperti itu ? Secara singkat saya jawab bahwa Soft Skill mereka masih sangat rendah dan modal (financial) untuk membuka sebuah usaha baru tidak ada atau tidak cukup.
Saya menawarkan sebuah solusi alternatif agar Pemerintah Kota Semarang, khususnya Dinas Pendidikan. Saat ini saya sedang mengembangkan sebuah konsep Pelatihan Soft Skill yang diberi sedikit sentuhan bisnis, sehingga memungkinkan untuk mengatasi semua permasalahan pendidikan dan pengangguran di Semarang. Saya sedang memasarkan dan mengembangkan ULTIMATE GOLDEN WINGS (UGW) , sebuah Lembaga Bimbingan Test Masuk BUMN, PMDN dan PMA. UGW diharapkan mampu mempertinggi peluang mahasiswa Semarang untuk memperebutkan kursi di BUMN, PMDN dan PMA. Bagi mereka yang kalah bersaing untuk menduduki BUMN, PMDN dan PMA akan diberikan kesempatan untuk menjadi wirausaha dengan bantuan modal usaha minimal sebesar Rp. 2 Juta per bulan dan bagi mereka yang berkeinginan untuk melanjutkan jenjang studinya akan disediakan bantuan kuliah dengan nominal hingga Rp. 25 Juta untuk setiap Program S-2 yang mereka ambil.
Untuk ulasan yang lebih jauh dipersilahkan untuk berkunjung ke link-link yang telah kami rekomendasikan.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Anda.
Sudarman Rianto
0858-6648-6202
Menurut saya, Program BOS ini hanya akan bertahan beberapa saat saja karena masyarakat tidak diberdayakan. Mereka hanya menerima bantuan jadi saja. Bisa diibaratkan, mereka hanya diberi ikan, tidak diberi kailnya. Pepatah yang menyatakan “lebih baik memberi kail daripada memberi ikan” sebetulnya telah lama kita kenal. Tetapi kenapa Pemerintah tidak melaksanakan pepatah ini ?
Saya maklum kenapa Pemerintah tidak mampu memberi kailnya. Memberi kail berarti memberdayakan masyarakat, misalnya dengan memberikan modal dan memberikan usaha sehingga kelak mereka bisa berpenghasilan sendiri. Jika mereka telah mampu maka pemberian BOS kepada anak-anak mereka bisa diberhentikan dan digantikan kepada orang lain.
Masalah lain yang membuat Pemerintah Kota Semarang pusing tujuh keliling adalah tingginya angka pengangguran. Ini bisa dilihat pada setiap kali instansi terkait (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) mengadakan Bursa Kerja, maka ada ribuan Sarjana yang mendatangi event tersebut. Kenapa mereka masih bisa menganggur seperti itu ? Secara singkat saya jawab bahwa Soft Skill mereka masih sangat rendah dan modal (financial) untuk membuka sebuah usaha baru tidak ada atau tidak cukup.
Saya menawarkan sebuah solusi alternatif agar Pemerintah Kota Semarang, khususnya Dinas Pendidikan. Saat ini saya sedang mengembangkan sebuah konsep Pelatihan Soft Skill yang diberi sedikit sentuhan bisnis, sehingga memungkinkan untuk mengatasi semua permasalahan pendidikan dan pengangguran di Semarang. Saya sedang memasarkan dan mengembangkan ULTIMATE GOLDEN WINGS (UGW) , sebuah Lembaga Bimbingan Test Masuk BUMN, PMDN dan PMA. UGW diharapkan mampu mempertinggi peluang mahasiswa Semarang untuk memperebutkan kursi di BUMN, PMDN dan PMA. Bagi mereka yang kalah bersaing untuk menduduki BUMN, PMDN dan PMA akan diberikan kesempatan untuk menjadi wirausaha dengan bantuan modal usaha minimal sebesar Rp. 2 Juta per bulan dan bagi mereka yang berkeinginan untuk melanjutkan jenjang studinya akan disediakan bantuan kuliah dengan nominal hingga Rp. 25 Juta untuk setiap Program S-2 yang mereka ambil.
Untuk ulasan yang lebih jauh dipersilahkan untuk berkunjung ke link-link yang telah kami rekomendasikan.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Anda.
Sudarman Rianto
0858-6648-6202
BANYAK SISWA YANG TIDAK BISA MELANJUTKAN BELAJAR
Kondisi perekonomian di Indonesia semakin carut marut. Harga kebutuhan hidup semakin melambung tetapi penghasilan tidak bisa ditingkatkan secara signifikan. Sebagai contoh misalnya, bila seorang guru les lima tahun yang lalu sudah mematok harga les per jam Rp. 35.000,- dan pada saat ini mungkin harga les tersebut tidak bisa baik menjadi Rp. 70.000,- per jam padahal harga BBM sudah melambung 2 x lipat. Harga-harga kebutuhan yang lain pun akan meningkat. Itu berarti sebetulnya kita semakin miskin.
Dengan kondisi yang seperti ini maka Pemerintah harus jeli untuk mengambil langkah-langkah antisipatif. Salah satu langkah antisipatif itu adalah memberikan program kewirausahaan kepada para siswa agar mereka bisa menghidupi diri mereka sendiri kelak.
Kami menyarankan agar program kewirausahaan itu disajikan dalam bentuk ekstra kurikuler sehingga tidak mengganggu jam pelajaran. Selain itu, yang lebih penting adalah program kewirausahaan itu harus bersifat aplikatif dan benar-benar bisa menghasilkan uang. Jangan sampai program kewirausahaan itu hanya bersifat teoritis saja yang kenyataannya di lapangan tidak memiliki daya jual.
Banyaknya siswa yang tidak bisa melanjutkan studinya karena para orangtua tidak mempunyai penghasilan yang cukup. Banyak orangtua yang menjadi korban PHK sehingga mereka tidak bisa berpenghasilan.
Keadaan seperti ini tidak akan terjadi bila warga Semarang telah diberikan bekal entrepreneurship di sekolah. Kewirausahaan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian bangsa yang tahan terhadap resesi.
Dengan kondisi yang seperti ini maka Pemerintah harus jeli untuk mengambil langkah-langkah antisipatif. Salah satu langkah antisipatif itu adalah memberikan program kewirausahaan kepada para siswa agar mereka bisa menghidupi diri mereka sendiri kelak.
Kami menyarankan agar program kewirausahaan itu disajikan dalam bentuk ekstra kurikuler sehingga tidak mengganggu jam pelajaran. Selain itu, yang lebih penting adalah program kewirausahaan itu harus bersifat aplikatif dan benar-benar bisa menghasilkan uang. Jangan sampai program kewirausahaan itu hanya bersifat teoritis saja yang kenyataannya di lapangan tidak memiliki daya jual.
Banyaknya siswa yang tidak bisa melanjutkan studinya karena para orangtua tidak mempunyai penghasilan yang cukup. Banyak orangtua yang menjadi korban PHK sehingga mereka tidak bisa berpenghasilan.
Keadaan seperti ini tidak akan terjadi bila warga Semarang telah diberikan bekal entrepreneurship di sekolah. Kewirausahaan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian bangsa yang tahan terhadap resesi.
BELAJAR BEKERJA SEJAK MASIH MENJADI SISWA
Sering kita jumpai banyak anak laki-laki seusia siswa SMP merasa malu bila disuruh ibunya untuk membeli minyak tanah atau tempe di warung tetangga. Rasa malu inilah yang merupakan salah satu penghambat terbesar pada saat mereka kelak mencari pekerjaan. Kita sering juga melihat bahwa banyak lulusan Perguruan Tinggi yang menganggur. Bukan karena mereka tidak pandai. Tetapi mereka malu untuk melakukan pekerjaan yang mungkin tidak sesuai dengan ijazah mereka. Yang mereka inginkan hanya pekerjaan yang halus dan bergaji besar.
Saya merasa sangat beruntung karena semasa kecil saya mempunyai banyak pengalaman bersama teman-teman saya di Lhokseumawe. Bersama dengan teman-teman kecil saya, kami membantu para nelayan untuk tarik pukat dan sebagai imbalannya kami memperoleh uang dan setumpuk ikan. Selain itu kami juga sering jaga tennis alias pengambil bola tennis dan kami pun memperoleh uang. Pernah juga kami mengumpulkan kaleng aluminium bekas dan kami pukul hingga gepeng dan kami jual di pasar. Saya juga pernah berjualan es dan mi goreng di sekolah saya dimana teman-teman dan guru-guru saya yang membelinya. Yang paling heboh adalah berjualan balon keliling kampung. Saya melakukan pekerjaan itu bukan karena kekurangan secara ekonomi atau karena disuruh oleh orangtua saya karena secara ekonomi mungkin kami sudah bisa hidup secara layak karena ayah saya bekerja sebagai Polisi Militer.
Ternyata baru saya sadari bahwa semua pengalaman kerja dimasa kecil saya memberikan pengaruh yang luar biasa setelah saya beranjak dewasa. Saya mempunyai keberanian untuk menemui siapa saja dan melakukan presentasi dan negosiasi mengenai program yang saya tawarkan, baik dari lingkup professional setingkat Branch Manager hingga Ketua Komisi DPRD Jateng.
Pada saya menulis posting ini, ternyata ada seorang murid saya yang duduk di kelas VIII E, bernama Rafika yang mewarisi pengalaman saya. Siswa saya ini membawa barang dagangannya berupa keripik bayam , keripik kacang ijo, lapis, ketan, dan onde-onde. Sebagian bikinin ibunya sendiri dan sebagian lagi dia beli di pasar dan dijualnya di sekolah. Setiap jam istirahat murid itu masuk ke ruang guru dan menawarkan dagangannya ke para guru. Saya yakin bahwa jiwa entrepreneurship akan tumbuh subur di dalam tubuh anak ini.
Saat ini saya juga dipercaya sebagai Team Pengembang (School Development Team) SMP Negeri 37 Semarang. Dengan tugas saya ini maka saya ingin sekali semua pengalaman tersebut bisa saya sosialisakian ke siswa-siswa saya pada khususnya dan semua siswa pada umumnya. Mudah-mudahan ada sesuatu yang positif yang bisa mereka manfaatkan untuk bekal mereka di kemudian hari. Terobosan baru yang akan diambil oleh Team Pengembang Sekolah kami untuk semester depan adalah mengadakan kegiatan ekstra kurikuler Business Leadership dan A Class English Conversation. Dengan kedua kegiatan ekstra kurikuler tersebut diharapkan bisa membentuk semangat kewirausahaan anak sehingga kelak bila mereka tidak bisa meneruskan studinya, mereka bisa berwirausaha dengan membuka lapangan pekerjaan sendiri dan membuka peluang usaha untuk orang-orang di sekitarnya.
Kami sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun.
Sudarman Rianto
0858-6648-6202
Saya merasa sangat beruntung karena semasa kecil saya mempunyai banyak pengalaman bersama teman-teman saya di Lhokseumawe. Bersama dengan teman-teman kecil saya, kami membantu para nelayan untuk tarik pukat dan sebagai imbalannya kami memperoleh uang dan setumpuk ikan. Selain itu kami juga sering jaga tennis alias pengambil bola tennis dan kami pun memperoleh uang. Pernah juga kami mengumpulkan kaleng aluminium bekas dan kami pukul hingga gepeng dan kami jual di pasar. Saya juga pernah berjualan es dan mi goreng di sekolah saya dimana teman-teman dan guru-guru saya yang membelinya. Yang paling heboh adalah berjualan balon keliling kampung. Saya melakukan pekerjaan itu bukan karena kekurangan secara ekonomi atau karena disuruh oleh orangtua saya karena secara ekonomi mungkin kami sudah bisa hidup secara layak karena ayah saya bekerja sebagai Polisi Militer.
Ternyata baru saya sadari bahwa semua pengalaman kerja dimasa kecil saya memberikan pengaruh yang luar biasa setelah saya beranjak dewasa. Saya mempunyai keberanian untuk menemui siapa saja dan melakukan presentasi dan negosiasi mengenai program yang saya tawarkan, baik dari lingkup professional setingkat Branch Manager hingga Ketua Komisi DPRD Jateng.
Pada saya menulis posting ini, ternyata ada seorang murid saya yang duduk di kelas VIII E, bernama Rafika yang mewarisi pengalaman saya. Siswa saya ini membawa barang dagangannya berupa keripik bayam , keripik kacang ijo, lapis, ketan, dan onde-onde. Sebagian bikinin ibunya sendiri dan sebagian lagi dia beli di pasar dan dijualnya di sekolah. Setiap jam istirahat murid itu masuk ke ruang guru dan menawarkan dagangannya ke para guru. Saya yakin bahwa jiwa entrepreneurship akan tumbuh subur di dalam tubuh anak ini.
Saat ini saya juga dipercaya sebagai Team Pengembang (School Development Team) SMP Negeri 37 Semarang. Dengan tugas saya ini maka saya ingin sekali semua pengalaman tersebut bisa saya sosialisakian ke siswa-siswa saya pada khususnya dan semua siswa pada umumnya. Mudah-mudahan ada sesuatu yang positif yang bisa mereka manfaatkan untuk bekal mereka di kemudian hari. Terobosan baru yang akan diambil oleh Team Pengembang Sekolah kami untuk semester depan adalah mengadakan kegiatan ekstra kurikuler Business Leadership dan A Class English Conversation. Dengan kedua kegiatan ekstra kurikuler tersebut diharapkan bisa membentuk semangat kewirausahaan anak sehingga kelak bila mereka tidak bisa meneruskan studinya, mereka bisa berwirausaha dengan membuka lapangan pekerjaan sendiri dan membuka peluang usaha untuk orang-orang di sekitarnya.
Kami sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun.
Sudarman Rianto
0858-6648-6202
BELAJAR BAHASA INGGRIS SEJAK DINI
Guru-guru Bahasa Inggris di sekolah sebaiknya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu guru Bahasa Inggris yang menguasai grammar dan guru Bahasa Inggris yang menguasai conversation dengan baik. Guru yang mengajar conversation harus memiliki pronunciation yang bagus.
Sejauh ini pengajaran di sekolah lebih mengutamakan kepada penguasaan grammar sehingga tidak heran sangat sedikit siswa yang menguasai percakapan Bahasa Inggris. Banyak murid yang merasa trauma karena mereka menganggap bahwa Bahasa Inggris itu sulit dan membingungkan. Pengajaran Bahasa Inggris di sekolah harus mengupayakan agar mata pelajaran ini bisa dirasakan mudah dan menyenangkan oleh para siswa.
Di dalam dunia karier kelak, khususnya di bidang perekonomian dan bisnis seringkali seseorang terhalang dengan penguasaan Bahasa Inggris. Mereka kalah bersaing dengan rekan-rekan mereka yang menguasai Bahasa Inggris dengan baik, baik secara tertulis maupun lisan.
Para Professional maupun Ekskutif yang pernah menjadi siswa saya mengungkapkan penyesalan mereka kenapa mereka tidak menguasai percakapan Bahasa Inggris. Mereka mengatakan bahwa mereka mempunyai pengalaman yang tidak positif dari guru Bahasa Inggris mereka dulu. Karena mereka tidak mempunyai kesan yang positif terhadap guru Bahasa Inggris mereka maka hal itu berimbas pada matinya keinginan mereka untuk mempelajari Bahasa Inggis. Dari pengalaman mereka, bisa kita tarik sebuah pengalaman berharga bahwa kita sebagai guru harus bisa memberikan kesan yang positif bagi para siswa kita sehingga mereka mempunyai motivasi positif untuk mempelajari sebuah ilmu.
Saya ingin menguraikan pengalaman pribadi mengenai belajar Bahasa Inggris di usia dini. Pada saat itu, 1977, saya berumur 9 tahun. Saya tinggal di Lhokseumawe, Aceh Utara di Asrama Tentara II. Ayah saya seorang Polisi Militer. Pada saat itu situasi di Aceh Utara memang sudah rawan karena kebanyakan penduduk di sana memang terkenal nekat, artinya dengan sangat mudah mereka bisa tersulut emosi dan melakukan penyerangan. Suatu hari datanglah seorang India yang meminta perlindungan karena dia ingin membuka kursus Bahasa Inggris di sana. Kursus itu adalah kursus Bahasa Inggris pertama di kota itu.
Beberapa bulan kemudian, seorang teman yang juga tetangga saya yang tinggal di asrama militer yang sama mengajak untuk belajar Bahasa Inggris di kursus tersebut. Saya pun akhirnya ikut-ikutan dia untuk kursus Bahasa Inggris. Lucunya, teman saya yang mengajak saya untuk kursus tersebut hanya bertahan dua, tiga bulan setelah itu dia keluar. Saya terus melanjutkan kursus disana. Saya hanya belajar disana selama setahun. Saya sering belajar menterjemahkan semua lagu anak-anak pada saat itu ke dalam Bahasa Inggris, walaupun susunan grammar nya tidak benar. Selain itu ternyata motivasi belajar pun sangat berpengaruh terhadap pembentukan minat saya untuk belajar Bahasa Inggris. Hujan deras, panas terik tidak menghalangi saya untuk pergi ke tempat kursus Bahasa Inggris. Itulah yang terjadi bila kita menyenangi aktivitas kita.
Di Lhokseumawe terdapat sebuah perusahaan minyak yang bernama PT. ARUN, dimana di perusahaan ini banyak tenaga kerja asingnya. Perusahaan ini terletak 30 Km di sebelah barat Lhokseumawe. Setiap Sabtu dan Minggu para pekerja asing itu turun ke kota untuk berbelanja. Ada sebuah bus perusahaan yang mengantarkan mereka ke pusat perbelanjaan itu.
Memang tidak mudah untuk berani mencoba berkomunikasi dengan orang asing. Dibutuhkan keberanian khusus. Apalagi untuk seusia anak-anak dan tanpa pendampingan dari guru. Rumah saya sendiri letaknya kira-kira 3 Km dari pasar tersebut. Saya selalu berjalan kaki ketika ingin pergi ke pasar untuk mencoba melihat para orang asing itu berbelanja. Hari pertama, kedua dan ketiga saya tidak mempunyai keberanian untuk mencoba bercakap-cakap dengan mereka. Pada mulanya saya hanya membuang-buang tenaga dan waktu, tanpa hasil. Pada hari ke-empat, mulailah saya memberanikan diri untuk mencoba menyapa mereka. Ternyata mereka sangat heran karena di kota kecil seperti Lhokseumawe ada seorang anak pribumi yang berani menyapa mereka dengan Bahasa Inggris. Saat itu memang Bahasa Inggris masih sangat langka di kota itu. Semakin hari saya semakin berani dan termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris. Saya menjadi penterjemah mereka untuk belanja di pasar-pasar. Maklum lah para pedagang disana selalu menggunakan Bahasa Aceh dalam keseharian mereka, demikian juga pada saat mereka menyebutkan harga barang dagangan mereka.
Ternyata para orang asing itu merasa puas atas jasa saya tersebut, dan saya sering dibelikan pakaian, celana, buah-buahan dan minuman kaleng. Jadi ternyata sekarang saya tahu bahwa sebetulnya saya termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris karena faktor lingkungan. Bagi para orangtua dan pendidik seharusnya memberikan stimulasi-stimulasi kepada para siswa kita, siapa tahu salah satu stimulasi tersebut bisa memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi kemajuan mereka.
Memang tidak mudah untuk berani mencoba berkomunikasi dengan orang asing. Dibutuhkan keberanian khusus. Apalagi untuk seusia anak-anak dan tanpa pendampingan dari guru. Rumah saya sendiri letaknya kira-kira 3 Km dari pasar tersebut. Saya selalu berjalan kaki ketika ingin pergi ke pasar untuk mencoba melihat para orang asing itu berbelanja. Hari pertama, kedua dan ketiga saya tidak mempunyai keberanian untuk mencoba bercakap-cakap dengan mereka. Pada mulanya saya hanya membuang-buang tenaga dan waktu, tanpa hasil. Pada hari ke-empat, mulailah saya memberanikan diri untuk mencoba menyapa mereka. Ternyata mereka sangat heran karena di kota kecil seperti Lhokseumawe ada seorang anak pribumi yang berani menyapa mereka dengan Bahasa Inggris. Saat itu memang Bahasa Inggris masih sangat langka di kota itu. Semakin hari saya semakin berani dan termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris. Saya menjadi penterjemah mereka untuk belanja di pasar-pasar. Maklum lah para pedagang disana selalu menggunakan Bahasa Aceh dalam keseharian mereka, demikian juga pada saat mereka menyebutkan harga barang dagangan mereka.
Ternyata para orang asing itu merasa puas atas jasa saya tersebut, dan saya sering dibelikan pakaian, celana, buah-buahan dan minuman kaleng. Jadi ternyata sekarang saya tahu bahwa sebetulnya saya termotivasi untuk belajar Bahasa Inggris karena faktor lingkungan. Bagi para orangtua dan pendidik seharusnya memberikan stimulasi-stimulasi kepada para siswa kita, siapa tahu salah satu stimulasi tersebut bisa memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi kemajuan mereka.
Selepas belajar dari kursus tersebut, hingga saat ini saya tidak pernah lagi belajar Bahasa Inggris di kursus manapun. Saya memperdalam sendiri dan sangat memperhatikan aksen yang benar bagaimana native speaker mengucapkan kata-kata berbahasa Inggris tersebut melalui kaset-kaset lagu berbahasa Inggris.
Pada saat saya melanjutkan studi ke jenjang SMP, SMA selalu memperoleh nilai 9. Sayangnya saya tidak melanjutkan studi saya di Jurusan Bahasa Inggris. Saya melanjutkan studinya di Program Diploma 3 Pendidikan Biologi karena pada saat itu masih ada ikatan dinas. Pemikiran saya pada saat itu sangat sederhana, bagaimana bisa memperoleh pekerjaan dengan cepat setelah selesai kuliah. Maka dari itu saya jatuhkan pilihan ke Diploma 3 PenduidiPada saat kuliah pun saya memperoleh nilai A untuk mata kuliah Bahasa Inggris.
Setelah menjadi Pegawai Negeri, ternyata saya baru merasakan manfaat dari pengorbanan yang saya lakukan di waktu kecil dulu. Saya memberikan les Bahasa Inggris. Semula hanya untuk siswa SD lalu beranjak ke siswa SMP dan SMA. Dengan kesungguhan yang kuat maka saya mencoba untuk memberikan percakapan Bahasa Inggris untuk orang dewasa. Hingga saat ini saya sudah mempunyai koleksi siswa yang menduduki jabatan tertentu, baik di Institusi Pemerintah maupun Swasta. Selain bisa menambah koleksi teman, tentu saja kegiatan tersebut juga bisa menghasilkan tambahan penghasilan walaupun dalam jumlah yang tidak besar.
Saat ini saya mengelola Kursus Bahasa Inggris tetapi sudah lebih spesifik lagi hanya untuk tujuan tertentu, misalnya : untuk pejabat yang ingin melanjutkan studinya ke luar negeri, mengikuti tender, mengadakan kerjasama dengan pihak luar negeri dan lain-lain. Tutorial saya yang paling berkesan adalah ketika membantu almarhum Bp. Herdjono yang saat itu menduduki jabatan Wakil Walikota Semarang. Saya membantu beliau untuk mempersiapkan diri mengikuti pelatihan singkat mengenai Pengelolaan Limbah yang diselenggarakan di Queensland.
Kami sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun.
Sudarman Rianto
0858-6648-6202
Pada saat saya melanjutkan studi ke jenjang SMP, SMA selalu memperoleh nilai 9. Sayangnya saya tidak melanjutkan studi saya di Jurusan Bahasa Inggris. Saya melanjutkan studinya di Program Diploma 3 Pendidikan Biologi karena pada saat itu masih ada ikatan dinas. Pemikiran saya pada saat itu sangat sederhana, bagaimana bisa memperoleh pekerjaan dengan cepat setelah selesai kuliah. Maka dari itu saya jatuhkan pilihan ke Diploma 3 PenduidiPada saat kuliah pun saya memperoleh nilai A untuk mata kuliah Bahasa Inggris.
Setelah menjadi Pegawai Negeri, ternyata saya baru merasakan manfaat dari pengorbanan yang saya lakukan di waktu kecil dulu. Saya memberikan les Bahasa Inggris. Semula hanya untuk siswa SD lalu beranjak ke siswa SMP dan SMA. Dengan kesungguhan yang kuat maka saya mencoba untuk memberikan percakapan Bahasa Inggris untuk orang dewasa. Hingga saat ini saya sudah mempunyai koleksi siswa yang menduduki jabatan tertentu, baik di Institusi Pemerintah maupun Swasta. Selain bisa menambah koleksi teman, tentu saja kegiatan tersebut juga bisa menghasilkan tambahan penghasilan walaupun dalam jumlah yang tidak besar.
Saat ini saya mengelola Kursus Bahasa Inggris tetapi sudah lebih spesifik lagi hanya untuk tujuan tertentu, misalnya : untuk pejabat yang ingin melanjutkan studinya ke luar negeri, mengikuti tender, mengadakan kerjasama dengan pihak luar negeri dan lain-lain. Tutorial saya yang paling berkesan adalah ketika membantu almarhum Bp. Herdjono yang saat itu menduduki jabatan Wakil Walikota Semarang. Saya membantu beliau untuk mempersiapkan diri mengikuti pelatihan singkat mengenai Pengelolaan Limbah yang diselenggarakan di Queensland.
Kami sangat mengharapkan masukan dan kritikan yang membangun.
Sudarman Rianto
0858-6648-6202
Langganan:
Postingan (Atom)